Sebenarnya jauh sebelum VOC melakukan penjualan saham kepada publik, telah ada kasus dari sebuah perusahaan yang menerbitkan saham publik yaitu Publicani selama Republik Romawi. Seperti perusahaan saham gabungan modern, Publicani adalah badan hukum independen dari anggotanya yang kepemilikannya dibagi menjadi saham, atau partes. Bukti sejarah menunjukkan bahwa saham ini dijual kepada investor publik dan diperdagangkan di pasar bebas di Forum, dekat Kuil Kastor dan Polluks. Nilai saham yang fluktuatif mendorong aktivitas para spekulan atau quaestor. Hanya bukti yang tersisa dari harga bagian mana yang dijual, sifat penawaran umum perdana, atau deskripsi perilaku pasar saham. Publicani kehilangan dukungan dengan jatuhnya Republik dan kebangkitan Kekaisaran.
Di Amerika Serikat, IPO pertama terjadi untuk penawaran umum Bank of North America sekitar tahun 1783.
Di Indonesia sendiri, bursa efek sebenarnya sudah dibentuk saat masa pemerintahan Hindia Belanda. Namun karena berbagai isu terutama perang yang berkecamuk di dunia dan di dalam negeri, perdagangan di bursa efek saat itu sempat vakum beberapa kali. Barulah setelah Indonesia merdeka, di era kepemimpinan Presiden Soeharto tepatnya pada 10 Agustus 1977 bursa efek diresmikan kembali dan dijalankan di bawah Badan Pelaksana Pasar Modal (BAPEPAM) dengan nama Bursa Efek Jakarta (BEJ). Pengaktifan kembali pasar modal yang hampir setengah abad bvakum tersebut ditandai dengan penawaran perdana saham (IPO) perusahaan bernama PT Semen Cibinong Tbk yang berkode SMCB.
Saat IPO SMCB diketahui melepas 178.750 sahamnya ke publik di harga Rp 10.000/unit. Artinya dana yang diperoleh dari IPO sebesar hampir Rp 1,8 miliar.